autocure.org – Pemerintah Jepang mengeksekusi Takahiro Shiraishi, pelaku pembunuhan keji yang mendapat julukan ‘pembunuh Twitter’, pada Jumat pagi, 28 Juni 2025. Otoritas penjara Tokyo menggantung pria berusia 34 tahun itu setelah Mahkamah Agung menolak permohonan banding terakhirnya. Eksekusi ini menjadi peristiwa penting dalam sistem hukum Jepang yang masih menerapkan hukuman mati untuk kejahatan brutal.
Serangkaian Pembunuhan Brutal Guncang Jepang
Shiraishi membunuh dan memutilasi sembilan orang, sebagian besar perempuan muda, pada tahun 2017. Ia menggunakan Twitter untuk mencari korbannya, dengan berpura-pura menawarkan bantuan kepada mereka yang mengalami depresi dan ingin bunuh diri. Setelah berhasil membujuk mereka untuk datang ke apartemennya di Zama, Prefektur Kanagawa, Shiraishi langsung melancarkan aksinya dengan kejam.
Pengakuan Mengejutkan di Pengadilan
Saat menjalani persidangan pada 2020, Shiraishi mengakui seluruh perbuatannya tanpa penyesalan. Ia menjelaskan secara rinci bagaimana ia menjebak, membunuh, dan memutilasi korbannya. Pengadilan menjatuhkan vonis mati setelah menyimpulkan bahwa Shiraishi membunuh demi kepuasan pribadi, bukan atas dasar belas kasihan seperti yang ia klaim. Hakim menyebut kasus ini sebagai “tindakan pembunuhan berencana yang sangat keji dan tidak manusiawi.”
Keluarga Korban Tuntut Keadilan
Keluarga korban menyambut eksekusi tersebut dengan rasa lega dan sedih sekaligus. Mereka menyampaikan harapan agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan. Beberapa keluarga juga mengkritik media sosial yang membiarkan predator seperti Shiraishi beraksi tanpa pengawasan. Mereka menuntut tanggung jawab lebih besar dari platform digital dalam menjaga keamanan penggunanya.
Pemerintah Jepang Tegaskan Komitmen terhadap Hukum
Kementerian Kehakiman Jepang menyatakan bahwa eksekusi ini mengikuti prosedur hukum yang ketat. Menteri Kehakiman menegaskan bahwa negara akan terus menegakkan hukum dengan tegas, terutama terhadap pelaku kejahatan luar biasa. Jepang tetap menjadi salah satu dari sedikit negara maju yang masih menerapkan hukuman gantung untuk kasus pembunuhan berat.
Reaksi Publik dan Perdebatan Etika
Masyarakat Jepang menunjukkan reaksi beragam terhadap eksekusi ini. Sebagian besar mendukung keputusan pemerintah, dengan alasan perlunya keadilan bagi korban. Namun, sebagian lainnya kembali mempertanyakan relevansi hukuman mati di negara modern. Perdebatan mengenai etika dan efektivitas hukuman mati kembali mencuat setelah peristiwa ini.
Peringatan Keras bagi Pelaku Kejahatan
Kasus Takahiro Shiraishi menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang berniat menyalahgunakan slot 10k media sosial untuk tujuan kriminal. Pemerintah, masyarakat, dan penyedia platform digital harus bekerja sama untuk mencegah tragedi serupa. Eksekusi ini menutup lembar kelam dalam sejarah kriminal Jepang, namun membuka kembali diskusi panjang tentang keadilan dan kemanusiaan.